Dedy "poros" Pembaharu
Siapa yang harus menjadi pemimpin? Pertanyaan ontologis itu sudah banyak didedah bukan saja oleh kaum agamawan, melainkan oleh para filsuf.
Jawaban yang dikedepankan tidak hanya berwatak teoritis, tidak sedikit yang berangkat dari pengalaman praksis, bahkan banyak juga yang utopis. Termasuk di dalamnya kepercayaan universal yang menautkan kepemimpinan pada sosok mesianistik 'ratu adil'.
Yang berhak menjadi pemimpin sebut saja ialah mereka yang punya pengetahuan mendalam. Dapat menangkap yang terungkap di permukaan sekaligus punya kemampuan menyimak yang samar-samar, pengetahuan esensial dan yang eksidental dapat diterka (Plato). Kaum aristokrat yang keluar sebagai manusia pilihan dan tercerahkan di tengah masyarakatnya (Aristoteles).
Memiliki kecerdikan selincah kancil dan kalau bisa, dapat 'mengelabui' dengan sempurna tatapan manusia biasa, berperangai seganas serigala (Machiavelli). Menyatu dengan pengalaman dialektis dan keringat massa (Marx).
Yang lainnya menerakan bahwa pemimpin itu khitahnya mesti berjangkar pada kekuatan moralitas (Immanuel Kant). Cermat memberikan ruang bagi tumbuhnya demokrasi deliberatif dengan mengembangkan argumentasi diskursif rakyatnya (Habermas). Memiliki kemampuan untuk memengaruhi dan membujuk orang lain (Edwin A Locke).
Stephen R Copey menyebutnya dalam empat hal yang harus dimiliki pemimpin; pathfinding (perintis jalan), aligning (penyelaras langkah), empowerment (pemberdaya), dan modeling (menjadi suri tauladan).
Di tengah suasana politik yang kian memberi 'signal' akan kesiapan menghadapi 'kick off' demokrasi 2024, partai politik juga sedang merombak daftar personalia pengurus di semua lini.
Tidak terkecuali DPC PPP Gorut yang menyodorkan nama-nama baru. Alfian Pomalingo (Dedy) sebagai Ketua DPC PPP Gorut didampingi Matran Lasunte (Sekretaris) 2022-2026. Hasil Muscab yang diselenggarakan Oktober lalu.
Alfian Pomalingo (Dedy). Pada suatu kegiatan DPRD Provinsi Gorontalo, silam. Foto : (Sumber, Facebook Deddy Pomalingo).
Mempercakapkan kiprah politik Alfian Pomalingo sangat relevan dan juga sangat penting untuk dijadikan rujukan 'poros' pembaharu dalam politik harian Gorontalo Utara.
Bagi saya yang menarik dari Dedy bukan posisi ketua yang ditorehkannya, tetapi justru yang menarik adalah sikap berpolitiknya. Yang semestinya dijadikan imperatif etik dalam lika-liku politik 'kekuasaan'.
Dari Dedy seharusnya kerumunan politisi Gorut belajar bagaimana hidup dengan kesabaran politik yang tebal. Tidak mengorbankan kerabat atau kelompok demi tujuan pribadi. Bagaimana semestinya loyalitas sebagai kader itu dirawat tanpa melihat celah untuk minggat.
Dedy seperti menampar wajah buram politisi Gorut bahwa kaitan etika dan politik itu bukan sesuatu yang utopis, melainkan rill. Sesuatu yang mestinya menjadi kesadaran bersama kalau kehidupan politik ingin menemukan adabnya.
Bahwa kecintaan pada partai tak sekadar diucapkan lewat pekik retorika atau tanda tangan di atas kertas kartu anggota. Ia setia, walaupun perhelatan demokrasi 2019 memukulnya dan kalah. Ia tak bergeming dan berpaling.
Tak perlu saya sebutkan politisi kita yang kini mengambil jalur armada yang berbeda dari sebelumnya. Bagi mereka, ketenaran partai adalah alat utama agar dicintai dan dipilih publik. Mereka telah mengkhianati sistem kaderisasi partai yang di bangun agar 'kamar' ideologi tetap kokoh dan berakar.
Dedy menjadi pimpinan parpol pada saat namanya masih harum, karya-karyanya masih terlihat, usianya matang, keburukannya belum tampak. Sebuah kenyataan waktu 'timing' yang tepat.
Tetapi, dengan kemampuan yang cemerlang dan historis politik yang nyaris berprestasi, dengan modal ketua DPC, rakyat Gorut manakah yang mau melihatnya terus-menerus di lembaga legislatif? Sepertinya bilik suara 2024 akan sedikit 'menanjak'.
Alfian Pomalingo menerima SK Ketua DPC PPP Gorut. Di serahkan oleh Sekretaris DPW PPP Provinsi Gorontalo, Sarwan Laduhu. Foto (Sumber, Facebook Deddy Pomalingo).
Ia pernah melenggang menjadi wakil ketua DPRD Gorut dan menduduki gedung 'puncak botu' sebagai berkah dari perjuangan yang panjang. Baginya berada di barisan Ka'bah tak akan membuat karier politiknya terjungkal.
Kendati kali ini, sepertinya mengemban amanah ketua partai Ka'bah di Gorut, ia akan bertindak untuk berteriak bahwa karier politiknya masih cenderung tampak.
Ia memulai riwayat politiknya dari bawah. Pengurus ranting, yang bagi sebagian politisi Gorut sesuatu yang melelahkan, tidak populer. Sangat jauh dari kamera dan sorotan media.
Tetapi satu hal yang pasti, Dedy jauh lebih siap dari semua calon ketua DPC PPP Gorut. Ia menapaki karier politiknya hingga tiba di puncak kekuasaan partai melalui serangkaian cobaan dan rintangan politik yang terjal. Sedikit melelahkan dan mungkin saja tidak sikut-sikutan.
Kedepannya, kesolidan dalam tubuh PPP Gorut harus dibangun. Menu demokrasi 2024 agak sedikit menguras kekompakan, sebab akan digelar serentak. Jika masih ada residu Muscab maka segera di terima dengan lapang.
Konsep kembali ke Ka'bah adalah peringatan dini perihal kesetiakawanan. Konsep itu dirumuskan berpalung pada 'akal sehat', bukan semata atas kesamaan 'nasib' dan keserupaan kepentingan perorangan.
Saya teringat penggalan cerita KH. Maimun Zubair 'Mbah Moen', saat almarhum mengisi tausiyah pada salah satu pesantren. "Jika malaikat bertanya apa partai politik mu, maka saya akan menjawab; PPP. Biarkan banyak mereka pergi dari partai ini, saya tetap disini".
Di pelupuk jabatan Dedy kita berharap, politik kembali merangkak pada sistem nilai kepentingan rakyat. Kita coba sedikit saja mengintip media sosial. Dengan mudah tercium aroma menyengat disparitas sisa pilkada 2018 itu belum juga usai.
Para pendukung IQRA menganggap Bupati dan wakil Bupati sudah bekerja agar Gorut tidak tidur. Sementara kubu lain merisak dengan sindiran bahwa kebijakan mereka berdua tidak ada yang benar.
Masih mending kalau keduanya menyampaikan alasan rasional, yang terjadi seleweran linimasa media sosial sudah saling menuduh 'tokoh kami paling layak memimpin Gorut'.
Kepada Alfian Pomalingo. Selamat bekerja. Tidak perlu memburu pujian, lakukan tindakan politik harian untuk selekasnya menyambangi dan memuluskan kepentingan rakyat. Maka rakyat akan berbaris di belakang.
Walaupun para petualang politik dan politikus hitam akan terus menghadang dengan sedikit gombalan barangkali juga sedikit gertakan.
Jangan sekali-kali mempermainkan kepercayaan rakyat apalagi menggeser kepercayaan menjadi kekecewaan. Murka rakyat lebih pedis ketimbang taktik politisi yang bengis.
Komentar
Posting Komentar