Yang Baru; Jangan Seperti Angin Lalu
Sekalipun tidak ada yang istimewa. Pelantikan Suleman Lakoro sebagai penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Gorontalo Utara, 11 Oktober 2021 lalu, setidaknya memiliki dua hal menarik untuk dicermati. Pertama, ini adalah kali kesekian Indra Yasin melantik penjabat Sekda di periode terakhirnya sebaga Bupati.
Tentu dalam masa akhir pengabdiannya ini, Indra Yasin bukan saja tidak ingin meninggalkan kesalahan sedikit pun, tetapi ia juga harus mampu meninggalkan banyak kemajuan, peningkatan kualitas birokrasi, dan kesejahteraan masyarakat.
Kedua. Ternyata tantangan pembangunan Gorut di periode akhir jabatan Indra Yasin ini bukan semakin menurun, sebaliknya malah meningkat. Tugas konstitusionalnya berupa pemenuhan janji kampanye (Iqra), ditambah pelaksanaan berbagai proyek nasional maupun regional, termasuk berbagai kondisi bencana alam (banjir) merupakan pekerjaan berat yang akan sangat memerlukan kerja keras.
Dua hal itu ujungnya tertumpu pada Sekda sebagai "playmaker" pembantu utama kepala daerah dalam penyusunan kebijakan dan pengorganisasian administratif terhadap pelaksanaan tugas perangkat daerah serta pelayanan administratif.
Dengan posisi ini, penjabat Sekda bukan saja harus menjadi pelaksana amanat Bupati, tetapi juga harus jadi "bumper" pengaman dari kemungkinan adanya berbagai hambatan, ancaman, dan benturan persoalan dalam rentang waktu tiga bulan kedepan.
Lantas, apa saja langkah dan upaya yang harus dilakukannya? Sekda bukan pemegang otoritas kebijakan. Sekalipun begitu, tetap saja ia merupakan jabatan tertinggi di lingkup pemda.
Ia bukan seorang komandan apalagi panglima melainkan patron dari seluruh staf dilingkungan birokrasinya.
Secara struktural, ia punya wibawa, pengaruh, dan kewenangan yang kuat untuk mendorong lahirnya kebijakan pemda.
Dengan posisi itu, dari sisi internal, seorang Sekda harus mampu bertindak sebagai penyinkron dari adanya hubungan kepentingan timbal balik dua arah (legislatif dan eksekutif). Begitupun yang diinginkan Indra Yasin disela-sela sambutannya.
Sekda menjadi penerjemah kebijakan Bupati untuk dapat diimplementasikan OPD di lapangan. Di lain pihak, ia harus menjadi penampung aspirasi OPD hingga aspirasi itu dapat lebih diperdengarkan dijajaran penentu kebijakan pemda.
Dukungan OPD
Keberhasilan seorang pemimpin akan sangat bergantung pada sejauh mana tingkat dukungan para pelaksana. Oleh karena itu, faktor dukungan penuh dari para pelaksana ini sebagai "tools" utama untuk menentukan berhasil tidaknya suatu misi yang diemban pimpinan.
Agar tumbuhnya dukungan penuh dari seluruh OPD, agaknya persoalan penting saat ini yang harus ditangani setidaknya tertuju pada tiga hal.
Pertama, ia harus mampu memberikan kenyamanan dan ketenangan agar para OPD bisa bekerja dengan baik. Keterlambatan penyusunan RAPBD 2020/2021 dan masih rendahnya serapan anggaran pemerintah tahun 2021 merupakan sampel indikasi bahwa aparat kurang bisa bekerja maksimal, kurang konsentrasi, dan kurang termotivasi agar bisa mengerahkan seluruh kemampuannya bagi organisasi.
Banyak faktor yang bisa mempengaruhinya, salah satunya adalah akibat kurang terciptanya kondisi dan situasi yang bisa membuat para pelaksana merasa aman dan nyaman. Memang belum ada riset yang valid atas kebenaran pandangan itu. Bahkan ada pula yang memandangnya sebagai "kepura-puraan".
Sulit dibantah bahwa ada fenomena umum yang tengah melanda sebagian besar kalangan ASN Gorut saat ini yakni terutama munculnya rasa kehilangan kepercayaan dan keyakinan diri terhadap hasil akhir dari proses pekerjaan. Ada kegamangan dan ketidakjelasan yang bisa muncul sebagai implikasi dari kemungkinan terjadinya ketimpangan antara sisi ideal (das sein) sebagaimana diatur dalam berbagai ketentuan dan kenyataan di lapangan (das sollen).
Ketika kesalahan pelantikan saling lempar handuk, ketika SK PTT/GTT diobral menjadi dagangan politik praktis, ketika perjalanan dinas diantara OPD menjadi bentangan kecemburuan, ketika mutasi dan roling jabatan dibenturkan dengan sudut pandang primordial, request media sosial bahkan menggunakan pemikiran paling primitif (orang bupati atau orang wakil bupati), itu semua kemudian berefleksi pada logika sederhana yaitu untuk berpikir ulang menerima atau melaksanakan tugas dan pekerjaan yang beresiko.
Kedua, adanya pemberian jaminan kesejahteraan yang adil dan proporsional. Tema pokok soal jaminan kesejahteraan itu memang sering dianggap sebagai lagu lama. Sekalipun demikian, isu materi ini tetap saja harus senantiasa memerlukan perhatian setiap pimpinan. Apalagi jika ternyata masih ditemukan adanya beberapa kebijakan yang ukurannya masih dipandang subjektif dan hanya tertuju untuk dinas-lembaga tertentu.
Tentu saja soal kesejahteraan bukan harus diartikan keinginan atas dasar pencapaian keinginan untuk mengejar kepuasan. Pemberian kesejahteraan harus sebanding dengan beban kerja, resiko pekerjaan yang dihadapi serta tidak memilah atas dasar perbedaan lembaga yang jadi naungan seseorang bekerja.
Ketiga, implementasi berbagai regulasi dan kebijakan pada sektor sumber daya manusia. Program rotasi, mutasi dan promosi dinilai penting untuk semakin mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas. Dengan begitu, unsur objektivitas atas proses seleksi itu benar-benar bisa menghasilkan orang terpilih secara tepat dan terukur. Hal itu akan menjadi penyulut semangat bagi berhasil dan suksesnya sebuah misi organisasi.
Kolektivitas Pegawai
Kehadiran Suleman Lakoro menyimpan banyak harapan sekaligus memeras sedikit dendam. Suleman Lakora sebagai harapan untuk dapat memecahkan ketiga persoalan tadi dari perwakilan ragam masalah-masalah lainnya.
Suleman Lakoro memeras dendam, karena dirinya menggantikan Ridwan Yasin (Sekda) yang dinonaktifkan terkait pemeriksaan disipliner. Ridwan memandang kasus tersebut ada adonan "bumbu politik", walaupun Ridwan beberapa waktu lalu menang dengan putusan "sela".
Terminologi dendam bukan dendam kesumat melainkan dendam keselamat sebab hadirnya Suleman Lakoro bisa merapikan kembali tugas-tugas Sekda yang cukup lama terbengkalai.
Bangunan kolektivitas yang sudah ada saat ini bisa lebih dioptimalkan. Hubungan penjabat Sekda dengan sesama pimpinan OPD dan ASN tidak bersifat formal, kaku atau protokoler. Ia harus menjadi pendengar dan sarana mengadu anak buah. Pengayom dan penampung aspirasi, serta sekaligus dapat menjadi sosok pemberi motivasi.
Hal itu akan menumbuhkan kohesitas antara pimpinan dan OPD yang berwujud pada ikatan hubungan batin yang menyatu dan memberi arti terhadap usaha kolektif.
Pesan Kepada yang Baru
Suleman Lakoro sebaiknya lebih sering memberikan porsi blusukan ruangan daripada lapangan. Mengecek keadaan kantor, aktivitas OPD, kondisi bangunan perkantoran dan rumah dinas. Menyapa ASN disetiap instansi pada setiap hari tentu mampu memberi daya dobrak secara personaliti bahkan bisa merangsang "chemistry" percaya diri bagi etos kerja.
Dengan begitu Suleman Lakoro dapat mengenal lebih dekat hamparan tanah, air, gedung dan manusia-manusia di blokplan, maka ia akan mengenal batas dan kapasitasnya.
Secara sederhana menjadi penjabat Sekda untuk wilayah seindah dan sekompleks Gorontalo Utara butuh imun yang sehat dan iman yang taat. Suleman Lakoro hadir sebagai solusi kepercayaan. Ia tak perlu pengawal apalagi peramal.
Selamat bekerja, tiga bulan kedepan bukan tugas yang ringan. Tetapi jika keuletan ditonjolkan, maka barang tentu hasil yang maksimal didapatkan.
Salam dari saya. Wargamu di perantauan.
Komentar
Posting Komentar