BLUSUKAN ANGING MAMIRI

Oleh : Zulkarnain Musada. Foto : (dok. Pribadi 2019).


Unsur terpenting ketika di Pantai Losari (Panlos) adalah silaturahmi ngopi. Bukan cuma kopi, ada sarabba di tambah dengan pisang epe. Dan juga dengan siapa kita bertemu. Maka pada malam itu, saya dan kawan-kawan beruntung bisa menyambangi Pak Ridwan Yasin. Tak ada acara khusus, kami hanya ingin bertegur muka, dan ia bersama rombongan yang ramah-ramah tak keberatan.

Sebelum memulai obrolan, saya dan kawan-kawan dipersilahkan memesan menu sesuai selera. Kami pun, memesan kopi yang kata pemilik lapak sudah habis. Segera kami menggantinya dengan "sarabba" disusul "pisang epe", sebagai menu favorit setiap lapak disepanjang Pantai Losari.

Ia mengenakan kaos lengan panjang berwarna cream, dengan celana hitam. Tubuhnya tampak besar dari yang saya kira. Mungkin sebab ia rajin berolahraga dan bukan perokok. Yang malam itu tampil seadanya dengan stelan tas samping warna hitam.

Pak Ridwan Yasin memang beberapa tahun belakangan tak pernah berhenti memancarkan pesona. Sejak dilantik, gaya kerjanya menjadi sorotan. Tak heran, gaya kerja itu mengisi relung hati terdalam masyarakat yang diresahkan dengan sistem yang terkesan kaku. Ia bisa saja adalah "juru bicara" birokrasi yang anti cengeng. Seputar pemberitaan media, ia berceloteh dari soal anggaran, birokrasi, sampai dengan protes-protes sosial.

Ia adalah "juru pendobrak" dari sebuah masa di mana seruan moral untuk melawan sesuatu yang patut diperbaiki, amburadul, menjadi energi terbarukan yang tak habis-habisnya. Ini memang kekuatan dari suatu gaya kerja, dan juga prinsip-prinsip atas kata-kata. 

Ia bukan sosok antitesis yang menerbangkan harapan diatas meja, ia justru mendaratkan gagasan solusi diatas tanah. Yang membuat manusia Gorut percaya ada hidup yang lebih baik, dan itu layak diraih. Sikap dan pola kerja yang ia sodorkan memberikan tenaga, dan masyarakat menikmatinya.

Jika meminjam istilah, "bermimpi secukupnya, berjuang selelahnya".

Ia orang yang biasa saja, dengan kelebihan dan juga kekurangannya. Bagi saya, ia telah menyuguhkan potret ketegasan dalam hidupnya yang menghibur sekaligus menghidupkan semangat kepercayaan masyarakat. 

Ia telah mengisi jagad batin sebuah generasi, dan mungkin juga generasi selanjutnya. Dengan prinsip, solusi dan cinta terus menerus bertarung untuk "menjadi Gorut yang baru".

Ia meminta izin bercerita, saya menatapnya. Ia bercerita dengan lahapnya mengenai Gorontalo Utara, dan sesekali mendengar bagaimana mimpinya agar Gorontalo Utara memiliki suatu sistem yang lebih rapi dan berkelanjutan. Saya mengangguk. Lelaki di depan saya ini tampaknya adalah seorang dengan karakter yang tak biasa.

Saya mengalihkan irama cerita ke hal politik, menyisipkan pertanyaan dan juga pernyataan jebakan. Ia tak menjawab dengan terang. Ia sopan mengelak, dan juga tak mau menduga-duga. Di meja lapak itu, saya merasakan angin Pantai Losari berembus pelan. Ringan.

Baginya politik adalah urusan pada ruang dan dimensi lain. Jadi memang tak perlu membawa-bawa perasaan.

Ada beberapa potongan-potongan obrolan menarik, umum dan sensitif. Tapi sebagian besar berupa hal birokrasi, sistem, anggaran, pemuda, dan sebagian lagi off the record.

Malam yang menyenangkan, dan begitu ia menarik diri menghilang bersama rombongan dibalik barisan lapak-lapak itu, saya merogoh saku dan membuka catatan perbincangan tadi. 

Satu kunci nasehat yang bisa saya genggam adalah jangan sampai bekerja hingga basah keringat, tapi posisinya jalan di tempat. "Harus bergerak dan maju. Harus periksa apakah kamu jalan di tempat, atau bergerak maju. Jalan di tempat sampai berkeringat adalah kesia-siaan".

Saya lalu kembali ke kosan, dan kemudian muncul keyakinan, bahwa di Gorontalo Utara akan hadir anak-anak muda yang akan membuat perhitungan tentang zamannya sendiri.

Sebuah kesempatan yang baik duduk dan mendengarkan ia berbicara. Tak banyak yang saya ketahui tentang kehidupannya, kecuali dari kumpulan berita-berita media online. Meskipun cerita itu berbentuk berita, namun saya bisa menangkap segi-segi personalitas dan jagad batin niat baiknya.

Saya tak perlu lagi mendiskusikan kualitas kerja Pak Ridwan Yasin, tapi saya kagum dengan caranya yang menerbitkan gaya kerja baru. Dia begitu serius, dan juga setengah misterius.

Saya bangga pernah ikut mengkritiknya dan berharap ia tetap mempertahankan karakternya seteguh karang meski dihantam ombak besar dan angin kencang. 

Birokrat bermutu senantiasa menangkap "zeitgeits" dan menjadi bagian dari perubahan sirkulasi pemerintahan Gorut. 

Mungkin saat ini ia sedang goyang, dan saya berharap ia tak mengikis slogan "panglima" yang menjadi jiwanya. Saya tetap percaya, pada adagium; jika birokrat dibungkam, maka undang-undang harus ditegakkan.

Baik Panglima. Semoga kita semua bergerak indah di tahun-tahun kedepannya.

Komentar

Postingan Populer