EUROPHIA POLITICS
Untuk sementara media sosial gegap gempita mempercakapkan bola. Komentator biasanya lebih cerdas ketimbang pelatih dan para pemain. Mungkin hanya sepakbola yang bisa menyatukan ragam perbedaan sesama anak bangsa. Diam-diam status media sosial marak dengan foto tim kebanggaannya.
Tapi berbeda setelah jatuhnya vonis Jaksa Pinangki yang kontroversi tidak menarik perhatian publik. Semua warga tertuju hanya kepada sepakbola. Isu pemerintah yang akan memberikan pajak disektor pangan juga turut sepi dari pantauan dan kicauan warganet.
Tentang kebijakan pemerintah, tak perlu mengumbar caci maki atau umpatan lebay dengan mengatakan seolah kita hidup di era orde baru, bahkan kehidupan yang baik hanya ada di zaman itu. Tak perlu juga menyebut Jokowi-Ma'ruf gagal membawa keberuntungan bagi warga, satire seperti itu sama halnya kita mengutuk demokrasi yang kita agungkan.
Yang tak mendukung dan membenci Jokowi perlu bersabar dan sadar diri, periode depan silahkan mendukung figur yang diidolakan dengan segenap jiwa raga namun tetap menjaga fitur-fitur pilar utama kebangsaan. Rajinlah mencuci berita dengan sajian data yang nyata agar kita terhindar dari mafia demokrasi yang tidak pernah lelah mengintai Indonesia agar babak belur bukan karena rudal negara raksasa, namun digempur oleh tangan-tangan anak bangsanya sendiri.
Tahun Politik
Polesan nama-nama tokoh politik mulai disemarakkan, entah dalam panggung nasional sampai daerah. Lembaga survei mulai tancap gas meraba-raba harapan warga dengan kuisioner dan gambar wajah, sampai menyisipkan pertanyaan yang menjebak agar hasil survei bisa memanaskan diskusi warung kopi.
Mesti 2024 masih teramat jauh, namun asap baranya sudah di kipas-kipas, aromanya beragam. Mulai dari yang enak dihirup sampai membuat mata pedis. Semua tokoh telah mengambil ancang-ancang melakukan silaturahmi sekedar ngopi bareng atau menepati rindu yang belum dilunasi.
Yang dulunya saling melempar narasi dendam, kini saling merangkul senyum. Keadaan mulai dicairkan walaupun pernah saling bersitegang. Inilah politik yang senantiasa memerlukan tembok kesamaan peran juga kepentingan.
Tahun 2024, kita secara serentak akan bersama-sama menentukan presiden, gubernur, walikota dan bupati baru. Tidak hanya itu, DPR-DPD RI, DPRD provinsi, juga kab/kota tidak ketinggalan. Harapannya, semoga pemimpin yang terpilih adalah warga terbaik yang siap membaktikan jiwa dan raganya untuk kemakmuran publik, berkhidmat demi membahagiakan khalayak. Bukan hanya mensejahterakan sanak keluarga dan kelompoknya.
Seandainya yang terpilih kualitasnya tak jauh beda dengan pemimpin sebelumnya, anggap saja bahwa takdir kekuasaan memang seperti itu. Apa yang diidealkan selalu menciptakan jarak dengan kenyataan. Toh pada akhirnya yang menentukan riwayat nasib kita adalah kita masing-masing. Tidak perlu terlampau bergantung kepada negara, kepada pemerintah provinsi, kepada pemerintah kab/kota bahkan legislatif.
Pemimpin datang silih berganti. Ada yang sungguh-sungguh bekerja, tidak sedikit juga yang hanya terampil mengelola citra. Ada yang dikenang segenap warga karena dedikasinya, banyak juga yang telah selesai menjabat harus berurusan dengan pengadilan juga KPK.
Masa pensiun yang sebaiknya bahagia bersama anak dan cucu-cucu tersayangnya dipaksa harus berompi orange dan berumah dengan ukuran 2x3 karena perilaku politiknya. Penyesalan selalu datang belakangan. Saat diujung tahta, bermuka manis dan tampak berwibawa, setelah menjadi terdakwa dan berujung tersangka kawan-kawannya satu persatu menjauh dan tinggallah seorang diri menghitung hari menunggu masa pembebasan.
Akhir-akhir ini bertebaran foto dan berita secara rutin mengabarkan pertemuan antar tokoh publik. Argumentasi berseliweran membanjiri linimasa media sosial. Tak hanya itu, mereka juga turut memposting di media sosial pribadinya dengan mention yang sarat akan pesan-pesan politik.
Memang betul sebuah pekikan; jika anda adalah pengusaha maka netizen sebagai konsumen, jika anda tokoh politik maka netizen sebagai konstituen.
EURO 2020
Saat piala Euro 2020 yang digelar tahun ini, kita tidak pernah habis pembicaraan. Pemain-pemain muda muncul, yang lama tertekan dan ada juga yang masih bersinar. Apalagi Euro kali ini, harus diundur akibat Covid-19. Walaupun Pandemi masih menebar angka terpapar dan kematian, namun antusias penonton di stadion tak dapat dibendung.
Negara-negara kasta tertinggi sepakbola di babak putaran pertama banyak yang tumbang bahkan ditahan imbang. Pasar taruhan berantakan, konvoi di jalanan menikmati kemenangan tim yang didukung terus berdatangan. Pertemuan Perancis dan Jerman banyak memberi kekecewaan. Gol yang dihasilkan hanya berujung kesalahan pemain belakang, membuat Perancis keluar sebagai pemenang.
Berbeda dengan Portugal, sihir Cristiano Ronaldo seperti yang sering dipertunjukkan kembali ditemukan. Dua gol tentu membuatnya bertahan sebagai idola sepanjang masa lapangan hijau.
Sepakbola bukan sekadar olahraga, tapi makna simbolnya adalah pelajaran penting tentang sportivitas. Tentang nafsu yang ditertibkan, amarah yang dikendalikan, ambisi yang dirapikan, tabah dalam menghadapi kekuatan lawan. Puncaknya menerima kekalahan dengan lapang dan mensyukuri kemenangan dengan riang. Yang kalah tidak menjadi abu, dan yang menang tak menjadi arang.
Malah kita saksikan antar supporter kedua tim berbaur satu sama lain. Jersey dan asal negara bahkan agama yang berbeda tidak menghalangi mereka berdampingan, mendukung jagoannya dengan fair. Tidak ada saling merisak, apalagi merusak stadion sebagai karya dashyat icon kebanggaan.
Tidak kita temukan pelintiran kebencian apalagi mengumpat lawan dengan bahasa yang tak sopan. Mereka sudah sangat paham bahwa sepakbola adalah permainan dan permainan yang bagus manakala semua komponen tahu dan mematuhi aturan main yang telah ditetapkan.
Seperti pekikan seorang filsuf Belanda Johan Huizinga dalam Homo Ludens; A Study of Play Element in Culture, inti kehidupan adalah permainan. Roh kebudayaan itu bermain. Manusia tak lain makhluk bermain (homo ludens). Play is order than culture, permainan jauh lebih tua dari usia kebudayaan dan peradaban. Euro 2020 sebagai bagian dari gerakan kebudayaan. Mari kita bergembira dan mendukung secara saksama.
Komentar
Posting Komentar