Silang Pikiran vs Saling Lapor

Oleh : Zulkarnain Musada. Foto : (Sumber; Google).



Sejak 2019 hingga 2021, paling tidak lebih dari lima kasus (mungkin) saling lapor kepada kepolisian sempat mencuat di media sosial Gorontalo Utara. Dalihnya tidak lain demi menegakkan hukum, karena Indonesia sebagai negara hukum sehingga setiap orang perlu menghormatinya. Motifnya sangat beragam mulai dari dugaan pencemaran nama baik, fitnah, penipuan, hingga dugaan pemberian keterangan palsu.


Latah saling lapor ini semakin disemarakkan dengan perang opini di media sosial yang seolah sudah menjadi potret realitas sosial masyarakat kita, dan boleh jadi sarat dengan bermacam menu kepentingan yang sesungguhnya sudah bisa ditebak oleh masyarakat secara kasat mata. Artinya kemasan menu kepentingan yang dibalut oleh penegakan hukum sudah tidak bisa disembunyikan, sebab sudah terlihat dengan jelas oleh masyarakat.


Bahkan mantan ketua MK, Prof. Mahfud MD pernah menyatakan munculnya tindakan saling melaporkan kepada kepolisian merupakan tindakan kekanak-kanakan dan dicari-cari, yang justru tidak menyehatkan bangsa Indonesia.


Mahfud MD pun meminta untuk menyudahi tindak saling melaporkan jika isi laporannya tidak signifikan. Jangan sampai masyarakat lupa bahwa, banyak persoalan bangsa yang terbengkalai, kesenjangan ekonomi, rendahnya akses pendidikan dan kesehatan, hingga maraknya isu-isu yang mengancam kedaulatan bangsa.


Pandangan Mahfud MD diperkuat oleh pengamat politik Ray Rangkuti, yang menilai gerakan saling lapor itu menunjukkan kemerosotan etika politik daripada politikus dan pejabat saat ini. 


Hal tersebut diawali dengan banyaknya pernyataan-pernyataan yang sifatnya saling menjatuhkan dan membunuh karakter. Bukan lagi murni soal kritik. Menurut Ray, tindakan saling lapor ini disebabkan hilangnya tradisi saling mengklarifikasi alias tabayun satu sama lain, tidak siap dengan terbukanya ruang publik diranah politik dan birokrasi dengan demikian mereka secara mudah menanggapi sesuatu secara frontal.


Medium Sosial
Apapun itu, tindakan saling lapor yang saat ini terjadi, bisa jadi dimaknai sebagai tindakan sosial yang berusaha melumpuhkan lawannya melalui jalur resmi sehingga tidak lagi memercayai medium sosial "ruang dialektika", yang ada hanya ruang saling menyerang dengan menjadikan hukum sebagai "tools".


Fenomena ini sudah bisa dipastikan sebagai bagian dari proses sosial di masyarakat. Artinya, realitas hukum yang terjadi di Gorontalo Utara tidak bisa menghindari aroma peristiwa politik "tarik menarik 2024" yang telah didesain dan dikuliti mulai saat ini. Menurut Adham Nasution (dalam Gunawan, 2010), proses sosial adalah rangkaian sikap dan tindakan manusia yang merupakan aksi dan reaksi atau challenge dan respon di dalam hubungannya satu sama lain.


Jika norma dan nilai sosial berlaku dalam masyarakat, sudah bisa dipastikan interaksi sosial akan berlangsung secara baik. Terjadinya interaksi sosial, karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan setiap pihak dalam sebuah hubungan sosial itu. Interaksi sosial terjadi apabila didukung oleh medium sosial dan ruang dialektika.


Latah saling lapor yang disemarakkan perang opini di media sosial, bisa jadi akibat tipisnya medium sosial serta corong dialektika. Sebab medium sosial dan corong dialektika berperan menjembatani silang perbedaan pada masyarakat. Namun, medium sosial juga tidak akan lepas dari ruang dialektika. Artinya, medium sosial akan diwarnai oleh sikap, perilaku, pola, norma, pranata sosial masyarakatnya. Jadi antara medium sosial dan ruang dialektika keduanya saling melengkapi.


Salah satu material batu bata untuk perubahan medium sosial, dialektika perlu dijalankan untuk melunakkan argumentasi yang subjektif dengan sikap tabayun; mengklarifikasi, menguji dan menyeimbangi ruang-ruang narasi dan opini publik. 


Sikap tabayun sangat penting untuk menyikapi "banjir informasi" yang ada, sehingga jangkar kesolidan dan kewargaan terhadap permasalahan yang terjadi diyakini mampu menyelesaikan beragam pendapat, tanpa dilandasi rasa balas dendam.


Memang melaporkan permasalahan hukum sebagai upaya penegakan hukum dan sebagai hak setiap warga negara. Namun, hal itu tidak perlu di dasari kebencian dan balas dendam sebab akan mengorbankan ruang-ruang media publik, serta energi besar sesama anak bangsa akan semakin terhambur sia-sia. Olehnya, tabayun menjadi pilot projects menghadirkan medium sosial dan ruang dialektika yang bernas, sepanjang itu sama-sama dijadikan pelumas dalam mewujudkan keharmonisan "pikiran" yang saling menopang dan menyeimbangi.

Komentar

Postingan Populer